#CareerSpot — Grameds tau nggak? Berdasarkan survei Bank Indonesia, Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja (IKLK) pada Agustus 2025 berada pada angka 93,2 poin. Angka ini menunjukkan bahwa kita telah masuk ke zona pesimistis. Zona saat banyak perusahaan kurang optimis untuk membuka lowongan baru sehingga peluang kerja pun jadi lebih ketat.
Data di atas mendukung fenomena yang sedang ramai dibahas belakangan ini, job hugging. Bagi Grameds yang belum familiar, job hugging ialah kondisi ketika seseorang terus “memeluk” pekerjaannya, bertahan di tempat kerja meski sudah kehilangan semangat atau tidak lagi sesuai dengan passion. Singkatnya, ketika seseorang sebenarnya ingin pergi, tetapi terpaksa tinggal karena berbagai pertimbangan, terutama faktor ekonomi.
Setelah memahami arti dari job hugging, Grameds mungkin akan tersadar bahwa fenomena ini justru kebalikan dari job hopping, yang beberapa tahun lalu juga sempat viral. Fenomena tersebut menunjukkan perubahan perilaku masyarakat yang sebelumnya cenderung mudah berpindah tempat kerja, kini takut keluar dari zona nyaman, melepas pekerjaan mereka, dan khawatir akan ketidakpastian. Kondisi ini mencerminkan lemahnya pasar kerja, tak hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia.
Kenapa ada job hugging?
“Lebih baik bertahan dengan pekerjaan yang ada saat ini dibanding mengambil keputusan yang cukup beresiko dan belum pasti untuk kedepannya,” ungkapan oleh Guru Besar Fisipol UGM, Prof. Dr. Tadjuddin Noer Effendi, M.A., menggambar pemikiran sebagian besar masyarakat saat ini. Dengan tingkat pengangguran sebesar 4,5 persen dari total angkatan kerja, masih ada ruang untuk peningkatan. Kondisi tersebut buat pekerja merasa berada di atas jembatan setipis benang: mundur salah, maju pun membutuhkan waktu dan keberanian yang tak sedikit.
Faktor ekonomi menjadi aspek utama bagi mereka yang terjebak dalam fenomena ini, mereka rela mengalami stagnasi diri asalkan gaji bulanan tetap terjamin. Rasa bosan, pekerjaan yang tak sesuai passion, hingga lingkungan kerja yang toxic pun bukan halangan bagi pekerja untuk pergi. Bagaikan robot, mereka rela untuk mengorbankan perkembangan diri dan psikologisnya demi keseimbangan finansial, Grameds.
Selain itu, pesatnya perkembangan teknologi, terlebih Artificial Intelligent (AI), buat banyak pekerja makin ragu untuk berpindah pekerjaan. Rasa takut tergantikan oleh AI mendorong mereka untuk mempertahankan posisi yang sudah familiar. Beberapa dari mereka bahkan memilih menunjukkan loyalitas kepada perusahaan meski sebenarnya enggan untuk tetap bertahan. Ada pula yang khawatir bahwa keterampilan yang mereka miliki sudah tak relevan dengan tuntutan zaman.
Mau keluar dari jebakan ‘job hugging’?
Temukan mentormu
Mentor ini bisa siapa saja, teman sebaya, saudara, rekan kantor, siapa pun yang Grameds percaya memiliki pengalaman dan wawasan yang dapat bantu menentukan arah kariermu berikutnya. Seorang mentor bukan hanya tempat berbagi cerita, tetapi juga penunjuk arah untuk bantu melihat peluang.
Tingkatkan kemampuan diri
Dunia berubah dengan cepat dan Grameds dituntut untuk terus memperbarui kemampuan agar tak tertinggal. Jangan hanya pasrah dengan keadaan, tetapi tingkatkan keterampilan dan sesuaikan nilai dirimu dengan era saat ini. Mulai dari hal kecil: ikut kelas online atau tukar pikiran dengan teman. Sedikit demi sedikit, Grameds akan merasa lebih siap menghadapi peluang baru.
Siapkan rencana cadangan
Sebenarnya, job hugging juga memicu banyak orang untuk memiliki pekerjaan sampingan. Melalui pekerjaan sampingan ini, Grameds bisa mengeksplor minat, mengasah kemampuan baru, dan perlahan membangun kepercayaan diri. Ketika keterampilanmu sudah semakin matang, pekerjaan sampingan tersebut bisa menjadi jembatan untuk berpindah ke karier yang lebih sesuai dengan passion-mu.
Nah, untuk menekan fenomena ini, perlu adanya kerja sama dari seluruh pihak, baik perusahaan maupun pemerintah. Perusahaan perlu lebih memperhatikan kesejahteraan karyawan dan menyediakan lingkungan kerja yang positif. Di sisi lain, pemerintah juga berperan pasar dalam lapangan pekerjaan dan mengatasi ketimpangan ekonomi.
Gramedia senantiasa menjadi ruang berkarya bagi para penulis buku dalam menghadirkan karya asli yang bermakna bagi pembaca. Gabung dengan komunitas Gramedia Writers and Readers Forum untuk terhubung lebih dekat dengan dunia literasi melalui tautan di bio Instagram @gwrf.id.